Langsung ke konten utama

`a curiosity`

Dahaganya seakan tak pernah terpuaskan. Kendati pun ia sudah minum terlalu banyak, tetap saja ia merasa selalu dan selalu saja didera dehidrasi tingkat tinggi. Haus kepalang tanggung—

x X x

Semua berawal dari pertemuan mereka yang tidak (di)sengaja, di malam keenam di awal tahun kelinci. She look, she hear, she think—she know. Lalu datanglah itu; `a curiosity`.

Lantas dicarilah itu informasi mengenai siapa dia, dia siapa. Dan sekilat anak kecil menghabiskan kembang gulalinya, secepat itu pula dosis keingintahuannya meningkat. Dari yang sekedar hanya ingin tahu, menjadi ingin lebih tahu, lalu ingin semakin lebih tahu lagi.

..lagi, lagi, lagi, dan lagi.

Terus saja ia mencari dan menggali informasi tiada henti, karena semakin ia tahu tentang sosoknya, semakin bertambah pula rasa kagumnya. Membuatnya seakan sedang dimabuk candu, seperti layaknya orang yang sedang sakau.

Kinda.. silly.

Dan ia bersumpahatas nama Nurdin Halid yang terkutukbahwa ia telah melebihi batasan wajarnya. Kendati situs pencarian yang legendaris serta jejaring sosial berlogo burung telah ia perkosai, bahkan nyaris ia telanjangisemata demi mencari tahu informasi tentang`nya`.

Tentangnya yang berhasil memikat dirinya hanya dalam sekedip mata, dalam setik-tak jarum jam.

Ialah seorang penulis sekaligus pemikir yang cerdas. Seorang supporter sepakbola Indonesia yang setia. Pun juga seorang Jakmania yang mendukung timnas dengan mempertaruhkan darah sampai ke tulang-belulangnya.

Ia kini merasa seperti seorang `stalker rendahan`; ia tahu perihal si pemuda yang adalah seorang jebolan Sejarah-UNY, yang dipanggil untuk bekerja sebagai editor di sebuah media di Ibukota (membuatnya rajin bolak-balik Jogja – Jakarta). Seorang esais muda paling rajin, yang begitu intens dengan kajian-kajian intelektual—empat juta rupiah, honor menulis terbesarnya saat ini. Ia pandai berdiplomasi.

Ialah sosok yang menghidupi 3 orang sekaligus di usianya yang terbilang muda; dirinya, serta dua orang adik. Yang pertama kali diperkenalkan huruf oleh sang Ayah; mengejakan aksara ‘K’-‘O’-‘M’-‘P’-‘A’ dan ‘S’. Ibunya lah yang punya jasa besar tentang pasal mengapa pemuda satu itu gemar sekali membaca. Kecintaannya terhadap dempulan perkamen berbau sidar itu tak perlu lagi ditanya.

Pemuda satu itu ia ketahui benar adalah seorang yang jarang tidur, yang menghabiskan lebih dari dua pack sigaret dalam sehari. Jam tidurnya hanya mencapai kulminasi sebelah jari tangan. Ia benci pakai sepatu—bahkan dosennya pun hingga bosan mengusirnya dari kelas, dia tetap bebal., dia menang. Seorang pembangkang yang begitu teguh pendiriannya.

Ia tahu banyak tentang sosok pemuda itu, ia banyak tahu, terlalu banyak tahuterlalu ingin tahu. Bahkan sampai pada profit teremeh bahwa pemuda itu yang menyukai kerupuk, martabak pisang, dan juga kue putu, ia tahu.

Ia…nyaris seperti seorang `maniak`

`—dan masih saja merasa.. haus.

Tulisan ini hanya sebagian kecil, kisah yang terpenggal—sebuah prolog yang belum juga rampung, bahkan akhirnya pun menggantung (yes, I know that -_-). Mungkin di lain kesempatan saya akan melanjutkannya, membuatnya menjadi sebuah tulisan yang utuh di kemudian hari.

Dan, tulisan ini saya persembahkan untuknya, untuk siapapun dia yang merasa ;p

PS: Tulisannya aneh? Maklum, masih kejangkit WB aka Writers Block, ditambah fakta saya nulisnya saat sedang ngalong :)) #alasan

Komentar

  1. Okeee berhubung dia suka kerupuk dan kue putu yg aku juga suka jadiiiiiiiii..... I like it *ala rianty cartwight hahahhaha #ganyambung #sebodoteuing :p

    BalasHapus
  2. Ke-kenapa malah komen kerupuk sama kue putu? -___________-" #jitak =))

    BalasHapus
  3. Aku ngidam kue putu belom ke sampean hahaha :D

    BalasHapus
  4. Melan: Saik apanya dah nyuk? haha. Ini nanti ada kelanjutannya, nantikan ya. Lol =))

    Ophie: Aku bakalan belikan kau kue putu, tapi kalo aku udah nyobain makan putu sama doi yak :p

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Barchelor Party

Musik berdentum, menyuguhkan alunan musik techno dengan irama yang menghentak. Sampanye mengalir. Gelas-gelas berdenting. Bau anggur dan sigaret mengepung di udara. Entah sudah berapa botol minuman berkadar alkhohol tinggi— mulai dari jenis champagne, vodka, absinte, grappa, tequila, martini, limoncello hingga genepi —yang sudah dikosongkan isinya dalam tempo singkat oleh belasan pemuda yang tengah berpesta dalam sebuah bar mewah Venezia. “Hey, gimme a glass of Grappa..”  Boyd menuangkan minuman beralkohol itu sedikit terlalu banyak hingga sebagian tumpah membasahi lantai kayu dari bar yang sudah dipesan ekslusif selama dua malam. Arvid meraih gelas flute dari tangan si pemuda yang sudah dalam keadaan setengah mabuk, menghabiskan liquor bening dengan harum anggur berbasis pomace brendi itu dalam sekali teguk. It's the last time to break all the rules Let's all get drunk tonight “Wanna smoke?” Auror muda itu mengangguk singkat dan tak menolak ketika Joseph...

The Day (Part 1)

Basilica di San Marco, Venice Minggu yang cerah, dimana horizon memamerkan langit biru yang berawan dengan hamparan cahaya berwarna kekuningan. Lonceng menara Campanile berdentang nyaring, membahanai basilica dan sekitarnya, pertanda jarum panjang jam sedang berada tepat di numera lusin.   Sekawanan merpati penghuni Piazza serentak membubarkan diri, mengepakkan sayap-sayap keabuannya ketika iring-iringan pengantin wanita tiba di depan sebuah bangunan yang merupakan perpaduan dari arsitektur bergaya Byzantium, Gothic, Romawi, serta Turkish. Basilica di San Marco, yang sempat terbakar dalam pemberontakan melawan Doge Pietro Candiano IV di abad ke-9, yang terlihat bagaikan istana kerajaan nan megah dalam negeri dongeng—dan si mempelai wanita yang baru saja datang adalah jelmaan dari figur Sang Tuan Putri. Tak butuh waktu lama bagi si mempelai pria beserta para hadirin yang sudah berada di dalam untuk menyadari bahwa sang pengantin wanita telah bersiap memasuki basilica....