
Iseng daripada no new entry, lebih baik publikasiin salah satu tulisan roleplay saya di forum IndoHogwarts as Deryck Rudolf Bradley. (source: here) Enjoy!
----------------------------------------------------------
Cahaya mentari senja menerabas lewat celah-celah dedaunan maple yang kini jumlahnya terbilang menggenaskan (pohon yang menjadi tumpuannya sudah nyaris botak, well..), menguatkan fragmen slytherin muda yang berada sekian senti dari koordinat dimana pohon maple tersebut tumbuh. Seorang anak lelaki, selusin-belum-sampai usianya, dengan rambut gelap serta mata burgundy---genetik khas para Bradley (sejauh ini, belum ada seorang lain diluar penyandang nama Bradley yang memiliki warna mata senada); raut mukanya angkuh, terpahat kearogansian tak terbantah. Ia kurus, jangkung, punya tatapan malas yang terasa menikam---setajam sorot milik kaum ber-ordo Accipitriformes. Putra kedua La Cosa Nostra kenamaan Italy ; Marcus Bradley, piatu sedari usianya baru mencapai pangkal bilangan asli. Bradley terakhir, untuk saat ini---dan untuk beberapa tahun ke depan.
Si keturunan Bradley ketigabelas..
Dimainkannya anak panah yang konon terbuat dari pahatan kayu terbaik itu sebelum akhirnya menduetkannya dengan sang busur. Pemuda separo Italia itu menatap bidikkannya lurus-lurus; pada sebuah dahan chestnut yang sedang kedatangan tamu sewujud lovebirds yang lagi dimabukasmara ...hh, bikin iri saja,…CTAK!…
Si keturunan Bradley ketigabelas..
Dimainkannya anak panah yang konon terbuat dari pahatan kayu terbaik itu sebelum akhirnya menduetkannya dengan sang busur. Pemuda separo Italia itu menatap bidikkannya lurus-lurus; pada sebuah dahan chestnut yang sedang kedatangan tamu sewujud lovebirds yang lagi dimabuk
Sebuah anak panah melesat dengan kecepatan sekian nano detik (suruh orang fisika untuk menghitung berapa kecepatan, percepatan---dan yadda, yadda. Heh..). Dan panahnya tadi, tentu saja tepat mengenai sasaran. Sudah dibilang
Bagi bibit pendosa satu itu, adalah suatu hal yang menyenangkan melihat sepasang lovebirds tadi jadi terpaksa hijrah dari tempatnya dan menjengkel kendati kegiatan bercintanya yang khidmat harus terganggu. Meskipun, kini ia akui kalau ia merasa.. agak-agak menyesal. Seharusnya, tadi dia menjadikan salah satu lovebirds itu sebagai target panahan alih-alih pijakkannya (hey, hey..kau pikir ia menyesal karena apa? ..phew). Killing one---dan ia akan lebih berbahagia karenanya. Katanya, jenis burung yang satu itu setia hanya pada satu pasangan selama hidupnya, dan ketika pasangannya mati, kekasih yang ditinggalkan tidak lama kemudian akan ikut menyusul pasangannya. Akan mati juga, karena depresi. Ha-ha. Betapa..konyol. Kisah cintanya persis seperti kisah Romeo dan Juliet---dalam dunia perburungan, tentu.
Romantic, but tragic..Uh-oh. Like he even care.. No’pe.
Fokus sepasang burgundy itu lalu terbuang pada gadis pirang yang tengah sibuk menggapai-gapai udara demi menangkap syalnya yang meliuk-liuk bebas terbawa angin
Namanya..namanya..err,
..Layang-layang?
Kalau tidak salah, begitu benda itu disebutnya. Nama yang aneh, sama dengan wujudnya---sama dengan para cunguk yang memainkan.
Kembali diambilnya sebuah anak panah lainnya dengan satu gerakan sigap, mengangkat kembali busurnya yang tadi sempat diturunkan perkara berleha barang sebentar. Diletakkannya proyektil tajam itu ditempat yang selayaknya, in Arrow rest.
Hening. Kecuali riuh percakapan dari beberapa individu yang menghuni halaman di sore hari, gemerisik dedaunan serta rumput-rumput, cicitcuit kaum aves dan suara tik-tak jarum arlojinya sendiri. Suasana yang dimanfaatkannya untuk lebih memfokuskan diri sejenak. Menambah daya konsentrasinya. Mengingat objeknya kini yang tak lagi diam, dengan level kesulitan yang lebih tinggi pula dari yang pertama.
Busur dalam genggamannya merenggang saat kembali dipertemukan dengan panah kekasihnya. Tatapannya berubah intens, nampak awas mengamati arah pergerakan layang-layang yang ukurannya memupus setengah kali dari ukuran sebenarnya (dikarenakan daya akomodasi matanya dengan jarak yang tercipta diantara keduanya).
Dear layang-layang,
Bergerak statis sebentar, bisa?
…
… …
… … …
Phew---Target Locked....CTAK!…
“AKKKHH! Layanganku!”
Senyum, senyum, seringai. Tengik.
Si anak singa mengerang frustasi kendati layang-layangnya kini sudah tak lagi punya daya untuk terbang. Sudah koyak, sudah bolong di bagian tengah. Lantas ia mencari-cari oknum yang sudah meluncurkan anak panah pada benda mainannya, dan hanya mendapati seringai tengik mahamenyebalkan saat kelereng cokelatnya bersirobok pandang dengan lawannya yang berwarna burgundy.
“Akan kuganti dengan berpuluh-puluh layangan lain. Yang lebih bagus, yang lebih mahal.”
Ia berseru dengan volume yang terbilang tinggi. Jangan berharap ada kata-kata ‘maaf’ yang akan lolos dari kurva gandanya, karena harapan macam itu akan luntur seketika.
“Hey, you,”---Yes, you..
If you dare ya.
Komentar
Posting Komentar