Langsung ke konten utama

Barchelor Party


Musik berdentum, menyuguhkan alunan musik techno dengan irama yang menghentak. Sampanye mengalir. Gelas-gelas berdenting. Bau anggur dan sigaret mengepung di udara. Entah sudah berapa botol minuman berkadar alkhohol tinggi—mulai dari jenis champagne, vodka, absinte, grappa, tequila, martini, limoncello hingga genepi—yang sudah dikosongkan isinya dalam tempo singkat oleh belasan pemuda yang tengah berpesta dalam sebuah bar mewah Venezia.
“Hey, gimme a glass of Grappa..” 
Boyd menuangkan minuman beralkohol itu sedikit terlalu banyak hingga sebagian tumpah membasahi lantai kayu dari bar yang sudah dipesan ekslusif selama dua malam. Arvid meraih gelas flute dari tangan si pemuda yang sudah dalam keadaan setengah mabuk, menghabiskan liquor bening dengan harum anggur berbasis pomace brendi itu dalam sekali teguk.

It's the last time to break all the rules
Let's all get drunk tonight

“Wanna smoke?”
Auror muda itu mengangguk singkat dan tak menolak ketika Joseph menyodorkan se-pack Davidoff padanya. Mengambil sebatang isinya beserta cutter dan lighter dari tangan sang sepupu, memotong bagian ujung Davidoff sebelum akhirnya meletakkan cigars tersebut di sela bibir. Arvid menyulut pemantik dan memutar-mutar gulungan tembakau selama beberapa saat dan mulai menikmati cerutu itu dengan santai, menghisapnya perlahan mengikuti deru nafasnya yang kian menenang dan menghembuskan asapnya ke udara.

“Arv, I told you so many time. Ingatkah kau?

Never do that (smoke) again, please.”


Arvid Barzagli Izacus von Zeelweger @IndoHogwarts
“Attention, please.”
Sebuah suara yang menggelegar di seisi ruang kala itu mau tak mau membuat semua pemuda disana menyatukan atensinya pada Boyd; satu-satunya entitas yang seharusnya didepak keluar karena keberadaannya disana setara dengan setitik nila, yang telah menodai kesakralan acara yang seharusnya diperuntukkan hanya bagi mereka; para penyandang status `unmarried`.

“Arvid, what would your brother say, eh?” seloroh Joseph ingin tahu. Alih-alih menjawab, si pemuda kelahiran Milan hanya mendengus dan mengangkat bahunya malas, lalu kembali menyelipkan cerutu diantara kurva gandanya. Menghisap Davidoff-nya lamat-lamat tanpa merasa peduli sama sekali dengan apa yang akan dilakukan dan dikatakan seorang Boyd Lazaro. He's not interested. And also didn't want to get involved.
“Mari kita bersulang,” Satu tangan Boyd yang memegang gelas kaca berisikan sampanye kuning khas limoncello terangkat tinggi, safirnya mengerling Arvid penuh arti. “untuk Arvid von Zeelweger—” I told you don't talk more, Idiot! “—yang akan segera mengakhiri masa lajangnya di usianya yang keduapuluhempat.”
And Boyd is a mouthy youngster as always.
 “... ...”
Arvid, yang menjadi sentris acara malam itu merasakan bibirnya berkedut-kedut liar. Memetakan seulas senyum timpang yang dipaksakan ketika menyadari bahwa belasan pasang mata disana sedang menatapnya. Sigh.
Botol demi botol wine kembali dibuka dan dituangkan, “Alla Salute!” seru Boyd kemudian. Sekon berikut, suara denting gelas anggur yang saling beradu sontak terdengar. "Salute!"


It's a celebration and it's gonna last all night long
It's a bachelor party, it's gonna last all night long


© Barchelor Party; Oingo Boingo

Komentar

Postingan populer dari blog ini

`a curiosity`

Dahaganya seakan tak pernah terpuaskan. Kendati pun ia sudah minum terlalu banyak, tetap saja ia merasa selalu dan selalu saja didera dehidrasi tingkat tinggi. Haus kepalang tanggung— x X x Semua berawal dari pertemuan mereka yang tidak (di)sengaja, di malam keenam di awal tahun kelinci. She look, she hear, she think— she know . Lalu datanglah itu; ` a curiosity `. Lantas dicarilah itu informasi mengenai siapa dia, dia siapa . Dan sekilat anak kecil menghabiskan kembang gulalinya, secepat itu pula dosis keingintahuannya meningkat. Dari yang sekedar hanya ingin tahu, menjadi ingin lebih tahu, lalu ingin semakin lebih tahu lagi . ..lagi, lagi, lagi, dan lagi . Terus saja ia mencari dan menggali informasi tiada henti, karena semakin ia tahu tentang sosoknya, semakin bertambah pula rasa kagumnya. Membuatnya seakan sedang dimabuk candu, seperti layaknya orang yang sedang sakau. Kinda.. silly . Dan ia bersumpah — atas nama Nurdin Halid yang terkutuk...

The Day (Part 1)

Basilica di San Marco, Venice Minggu yang cerah, dimana horizon memamerkan langit biru yang berawan dengan hamparan cahaya berwarna kekuningan. Lonceng menara Campanile berdentang nyaring, membahanai basilica dan sekitarnya, pertanda jarum panjang jam sedang berada tepat di numera lusin.   Sekawanan merpati penghuni Piazza serentak membubarkan diri, mengepakkan sayap-sayap keabuannya ketika iring-iringan pengantin wanita tiba di depan sebuah bangunan yang merupakan perpaduan dari arsitektur bergaya Byzantium, Gothic, Romawi, serta Turkish. Basilica di San Marco, yang sempat terbakar dalam pemberontakan melawan Doge Pietro Candiano IV di abad ke-9, yang terlihat bagaikan istana kerajaan nan megah dalam negeri dongeng—dan si mempelai wanita yang baru saja datang adalah jelmaan dari figur Sang Tuan Putri. Tak butuh waktu lama bagi si mempelai pria beserta para hadirin yang sudah berada di dalam untuk menyadari bahwa sang pengantin wanita telah bersiap memasuki basilica....