Langsung ke konten utama

Once I Loved


Well, akhirnya saya bisa nulis lagi---meskipun masih dilanda webe berkepanjangan. Tapi, ya, yang penting bisa kembali nulis, itu aja udah buat saya bahagia >:D (tanpa menulis hidup saya hampa). So ini tulisan saya di forum IndoHogwarts as Arvid von Zeelweger, saya pajang disini karena ya...mau aja. Well, entri blog di bulan April yang masih Null itu..look kinda pathetic baidewei.. .///.

(c) Ayliorre @IndoHogwarts for the siggy

Santa Maria delle Grazie. Milan, Italia. 11.00 AM

Minggu siang yang cukup dingin di bulan ke lusin, dimana cahaya matahari sewarna kuning lemon mengukirkan bayang-bayang katedral agung Santa Maria delle Grazie ke jalan-jalan aspal di sekelilingnya. Seorang pemuda, tubuhnya jangkung-tegap, dengan setelan tuxedo hitam dan kemeja sewarna salju yang menyembul di baliknya, tengah berdiri mematung di altar. Mata pirusnya mengawasi sang kardinal yang bertopi merah dan menghirup anggur, menyampaikan Komuni dan menampar pelan pipi bayi lelaki berambut brunette disana untuk mengesahkannya dalam kerajaan Allah.  


Sekali-dua kali sebelah alis sewarna hitamnya kedapatan naik beberapa mili diatas alis lainnya. Wajah impresifnya seolah berbicara non-verbal; ‘Astaga-aku-jadi-ayah-baptis’ ketika sadar bahwa ia telah menjadi wali baptis dari putra pertama Boyd dan Rosetta—padahal ia menikah dengan Crys pun belum (well, ia ada rencana ke jenjang itu bersama Crys). Sulit untuk dipercaya ketika Boyd dan istrinya meminta dirinya untuk menjadi ayah permandian dari anak mereka. Godfather, Godson... hubungan keagamaan yang sangat dekat dan sakral.
Di bagian luar katedral yang berarsitekkan Guiniforte Solari itu, tersaji potret anak-anak yang berhamburan keluar dengan penuh antusiasme, melepaskan jubah mereka dan menampilkan pakaian-pakaian mereka yang bagus. Gadis-gadis kecil mengenakan gaun-gaun hias berenda putih sementara anak-anak lelaki mengenakan setelan berwarna gelap, dengan kemeja putih dan dasi merah tradisional yang dirajutkan ke leher. Beberapa anak-anak memilih untuk berkeliaran di sekeliling Boyd dan Rose yang tengah menggendong anak lelaki mereka sementara fotografer mengambil gambar. Arvid memunculkan diri dalam gereja dengan Caramelle dan Antonio di satu sisi, lalu mulai bergegas meninggalkan katedral seorang diri dengan langkah lebar sembari melirik pautan jarum jam yang tertera dalam arloji dan mengerling Ferrari merahnya yang terparkir tak jauh dari tempatnya.
Beverly Hills. CA. USA. 06.40 PM


Perjalanan dari bandara menuju Beverly Hills memakan waktu beberapa jam, membuatnya tiba di kediaman gadisnya ketika kegelapan musim dingin baru mulai turun. Dua urusan telah berhasil ia selesaikan dengan baik hari ini; menjadi bapak permandian Alfred dan membawa Crys pergi. Keduanya berkesan, lebih-lebih yang terakhir. Kau tahu, ini kali pertama ia bertatap muka dengan David—ayah Crys—jangan tanya kenapa mereka baru bisa bertemu. Rasanya..rasanya.. tak bisa dijelaskan, yang jelas tubuhnya meregang ketika David mulai memborbardirnya dengan berbagai pertanyaan yang membuat pria beraura tiran itu lebih terlihat seperti seorang petugas penjara yang sedang berusaha menggali informasi sedetil mungkin dari sang narapidana. Dan kelihatannya jawaban yang ia beri cukup memuaskan, eh? Karena konklusinya adalah izin membawa pergi putri semata wayangnya berhasil dikantongi Arvid. Heh.

Sebuah Van komersial tiba-tiba menyelip di sisi sebelah kiri Ferrari yang dikendarai Arvid, yang segera saja mendapat atensi dari si pemuda. Sepasang turqoise miliknya berpendar malas mengamati Van sekilas. Dua pekerja, keduanya pria muda; satu berambut kacang, satunya pirang. Pupil matanya membesar ketika si pria berambut kacang dengan bintik di wajah meniupkan ciuman jauh kepada...gadisnya, seraya tertawa kesetanan dan memasang wajah mesum. What the—“Bastardo!” Ia mengumpat dalam bahasa Italia yang kental. Si pemberi ciuman jauh berhasil membuat darahnya mendidih. Berani-beraninya mereka menggoda gadisnya, dengan dirinya di samping Crys—sialan. Ditariknya pedal gas, membuat mobilnya melaju cepat dan meninggalkan Van jauh di belakang. 

“Ah, maaf.”  

Emosinya yang sempat meledak tadi membuatnya hilang kendali sesaat, berimbas pada kecepatan laju Ferrarinya yang seakan sedang berpacu di lintasan F1. Padahal Arvid adalah seorang pengemudi yang luar biasa, konservatif, melaju dengan kecepatan stabil, serta tak sering membuat sentakan-sentakan yang mengganggu saat menambah dan mengurangi kecepatan. Dan kini ia tengah mengerahkan segala kemampuannya dalam mengemudi, berusaha untuk membuat seseorang yang duduk disisinya merasa nyaman selama perjalan dari Beverly Hills menuju— 

Nevada. 

Hotel and Casino. Las Vegas. USA. 00.24 AM 

Hal yang menakjubkan melihat kota yang terletak di daerah gurun bisa gemerlapan seakan tak pernah tidur.


My my. Las Vegas?

Pukul dua belas malam lewat dua puluh empat menit, kata waktu. Saat dimana hampir semua orang dipastikan sedang menjelajahi taman nirwana, tertidur lelap diatas kasur empuknya masing-masing—tapi tidak disini, di Kota Judi; Las Vegas, dimana keberadaan Casino bagaikan jamur di musim hujan. Disini, malam bagaikan siang, dan waktu yang terkotak-kotaki dengan label ‘pagi-siang-sore-malam’ tak lagi punya arti bagi mereka yang ber-uang dan bermimpi ingin lebih kaya, yang menjadikan judi sebagai alternatifnya. 

Mesin slot, black jack, keno, bingo, poker, baccarat, roullete—dadada. Hamparan mesin judi yang baru didatangkan beberapa minggu lalu memenuhi area dari kasino yang konon didaulat sebagai kasino terbesar ketiga di dunia; dengan luas lebih dari 49.665, 7 m2, berfasilitaskan 5600 mesin dan 666 meja judi. Nampak pula banyak kursi yang sudah terisi oleh orang-orang pemuas nafsu duniawi yang ingin menggandakan uangnya tanpa terlihat adanya ekspresi kantuk yang merayap di wajah mereka. Tak ditemukannya satupun jam yang terpasang pada dinding-dinding disana adalah sebuah kesengajaan, demi menciptakan suasana di dalam kasino tidak ada bedanya selama dua puluh empat jam. 

Tempat yang pas untuknya menghabiskan jam malam. 

Insomnianya sulit untuk disembuhkan, begitu pula efek samping sleepy-headnya yang semakin parah (bahkan sudah beberapa kali ia ditemukan tertidur sewaktu menjalani pelatihannya sebagai Auror). Lagi-lagi tidak bisa tidur, lagi-lagi terjaga. Beruntung gadisnya bisa tertidur malam ini di salah satu suite mewah yang dipesannya. Perjalanan darat yang ditempuh dengan alat transportasi muggle pasti membuat gadis itu lelah. 

Nyenyakkah Crys dalam tidurnya? Arvid harap ya, karena pemuda Italia itu sudah memberikan suite terbaik yang bisa disajikan di hotel itu untuk sang gadis—memperlakukan sang nona Caldwell setara putri dalam istana. 

Dan kedatangannya larut malam begini ke area kasino adalah tanpa tujuan. Ia sedang tak berminat untuk melipatgandakan uangnya yang sudah sangat berlipat. Usianya baru menginjak numera ke duapuluhtiga, dan dunia sudah tahu betapa kaya dirinya. Ia mapan di usianya yang masih belia, dan masih menjadi sebuah misteri mengapa pemuda tajir sepertinya memilih untuk bekerja sebagai Auror—padahal ia ber-uang, padahal ia cakap dalam bisnisnya di dunia Muggle, padahal galleonnya pun dipastikan menggunung di Gringotts. 

Diraihnya sigaret beraroma mint beserta pemantik dari balik saku, untuk kemudian menyalakan lentingan tembakau yang kini terapit di sela-sela kurva gandanya. Menghembuskan asap putihnya sekilas sementara matanya memperhatikan sekeliling kasino yang tak kunjung sepi ketika dirasainya sepasang lengan hadir dari balik tubuhnya dan melingkari daerah sekitar pinggang.

Hidungnya mengendus aroma yang dicanduinya selama bertahun-tahun...

...wangi persik.

“Crys...”

Instingtif, seperti biasa.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

`a curiosity`

Dahaganya seakan tak pernah terpuaskan. Kendati pun ia sudah minum terlalu banyak, tetap saja ia merasa selalu dan selalu saja didera dehidrasi tingkat tinggi. Haus kepalang tanggung— x X x Semua berawal dari pertemuan mereka yang tidak (di)sengaja, di malam keenam di awal tahun kelinci. She look, she hear, she think— she know . Lalu datanglah itu; ` a curiosity `. Lantas dicarilah itu informasi mengenai siapa dia, dia siapa . Dan sekilat anak kecil menghabiskan kembang gulalinya, secepat itu pula dosis keingintahuannya meningkat. Dari yang sekedar hanya ingin tahu, menjadi ingin lebih tahu, lalu ingin semakin lebih tahu lagi . ..lagi, lagi, lagi, dan lagi . Terus saja ia mencari dan menggali informasi tiada henti, karena semakin ia tahu tentang sosoknya, semakin bertambah pula rasa kagumnya. Membuatnya seakan sedang dimabuk candu, seperti layaknya orang yang sedang sakau. Kinda.. silly . Dan ia bersumpah — atas nama Nurdin Halid yang terkutuk...

When You Say Nothing At All [PART 3]

And I hope you are the one I share my life with And I wish that you could be the one I die with And I'm praying you're the one I build my home with I hope I love you all my life Lagi . Tak mampu menyuarakan kata hati seperti biasa. Antara hati, otak, dan mulutnya rupanya tak mampu berkoordinasi dengan baik, sehingga menghasilkan beberapa kata dan frasa yang benar-benar mampu mewakilkan segala ungkap hati. Bibir merah itu jarang membuka dan menyuarakan kata-kata kasih dan perwakilan hati—lebih cenderung terbuka untuk hal-hal diluar daripada itu. Hanya sekedar mengucap tiga kata universal untuk meyakini hati tempatnya melabuh saja terasa begitu.. sulit . Dia berbeda tipe dengan para entitas yang mampu mengumandangkan kata-kata sayang dalam ritme yang berulang di rentan waktu yang sempit. Dan, ucapan yang keluar dari mulutnya tadi adalah benar adanya—setidaknya untuk kala ini, hanya saja sengaja di- ambigukan . Dia tak mau berhenti dicintai oleh pemuda Korea tersebut, namun .. apa...

Barchelor Party

Musik berdentum, menyuguhkan alunan musik techno dengan irama yang menghentak. Sampanye mengalir. Gelas-gelas berdenting. Bau anggur dan sigaret mengepung di udara. Entah sudah berapa botol minuman berkadar alkhohol tinggi— mulai dari jenis champagne, vodka, absinte, grappa, tequila, martini, limoncello hingga genepi —yang sudah dikosongkan isinya dalam tempo singkat oleh belasan pemuda yang tengah berpesta dalam sebuah bar mewah Venezia. “Hey, gimme a glass of Grappa..”  Boyd menuangkan minuman beralkohol itu sedikit terlalu banyak hingga sebagian tumpah membasahi lantai kayu dari bar yang sudah dipesan ekslusif selama dua malam. Arvid meraih gelas flute dari tangan si pemuda yang sudah dalam keadaan setengah mabuk, menghabiskan liquor bening dengan harum anggur berbasis pomace brendi itu dalam sekali teguk. It's the last time to break all the rules Let's all get drunk tonight “Wanna smoke?” Auror muda itu mengangguk singkat dan tak menolak ketika Joseph...