Rating: PG 16+ kali yee hahaha
Terlihat daun-daun meranggas dan berubah warna. Setelah menguning, mereka terhempas. Bukan hanya karena angin telah menjungkalkan dedaunan itu, melainkan karena pijakan mereka sendiri sudah tidak kokoh. Membuat dedaunan itu terpisah dari rantingnya. Daun itu terkulai silih berganti. Tanpa daya, tanpa pesona. Daun-daun telah kehilangan auranya dan ranting kehilangan kawan. Tinggal batang pohon yang berdiri tanpa kemolekan. Angin yang cukup dingin berhembus pelan dan helaian mahkota pirangnya menari-narì mengikuti irama sang angin. Sekarang musim gugur, musim peralihan dari musim panas ke musim dingin.
Mata gadis bermarga Haley itu terpejam. Wajahnya tampak keemasan dalam cahaya matahari yang sedang terbenam. Ekspresinya begitu diam dan tenang. Mencoba meresapi setiap detik suasana sekitar yang amat menenangkan dan membuatnya merasa begitu damai. Semua terasa lebih jelas dan nyata meskipun indera penglihatannya tidak difungsikan sementara indera pendengarannya melakukan fungsinya dengan sangat baik. Semilir angin bersiul pelan. Ia merasakan cubitan-cubitan hawa dingin pada bagian kulitnya yang tanpa perlindungan. Air danau mulai beriak-riak, ketenangan air danau mulai terusik oleh angin. Burung-burung berkicauan indah—saling menyahuti kicauan yang satu dengan lainnya. Jantungnya berdetak pelan—ia menghitungnya, enam puluh lima detak per menit, kurang lebih.
Bibirnya kemudian menyunggingkan senyuman samar. Kulitnya keemasan sementara helai-helai rambutnya berkilauan. Tampak begitu menikmati keterpejaman matanya. Terdengar suara gemerisik rerumputan yang bergesekan dengan sepasang kaki. Gadis itu merasakan kehadiran seseorang disekitar pohon tempatnya menyandarkan diri. Ketenangannya terkoyak. Mengakibatkan terbukanya kelopak mata serta kemunculan sepasang kelereng karamelnya. Menangkap potret langit timur yang masih bersih, tapi mulai kelabu dengan semburat merah jambu dan jingga. Ah, sudah sore.
“Sudah lama menunggu?”
Suara familiar itu berhasil membuat si gadis pirang menoleh, dan sesuai prediksi—pemuda Asia itu muncul mendatanginya. Secercah ekspresi bahagia meronai wajahnya. Menyunggingkan senyum ceria seraya menegakkan tubuh mungilnya yang bersender kemudian menggeleng pelan. Sebuah bahasa tubuh—pengganti ucapan—bahwa dia tidak keberatan menunggu pemuda itu selama.. lima menit? Mungkin kurang, mungkin juga lebih. Tapi kini itu semua tak berarti baginya. Ia senang, karena pemuda gryffindor itu ternyata menepati janjinya—janji untuk bertemu di danau di sore hari yang bersahabat ini.
Sebuah kecupan—entah sudah yang keberapa kalinya—mendarat lembut dikeningnya yang tertutupi poni. Hati gadis musang itu berdesir pelan—berusaha mati-matian untuk menahan hadirnya semburat merah dipipi. Menggelak tawa renyah ketika si pemuda dengan lencana P berkilau didada itu mengambil keranjang ditangannya dan bertanya perihal isinya. Tentu saja itu makanan, memang apalagi? Dua pancakes dan dua botol jus jeruk kalau disignifikankan.
Tak bereaksi ketika tangannya tergenggam oleh tangan kekar si pemuda. Membiarkan dirinya untuk terbawa menuju tempat yang diinginkan oleh pemuda bermarga Kim tersebut. Takkan ada penolakan yang akan gadis itu layangkan, sayang. Pemuda itu punya hak untuk itu—Joong kekasihnya bukan? Sosok pemuda itu—terbaik yang ia temui, terindah yang ia dapati, terdalam yang ia rasakan dan terperi yang ia selami. Hiperbola.
You were my strength when I was weak
You were my voice when I couldn’t speak
You were my eyes when I couldn’t see
You saw the best there was in me
“Hal, kau punya fotoku tidak?”
"Punya.." —dan dia tidak sedang berdusta tentu saja. Benda apalagi selain foto pemuda itu yang bisa ia jadikan sasaran ketika rasa rindu menggugah dihati? Tentu itu alternatif utama selain liontin yang keberadaannya tak pernah luput dari lehernya—dan juga sebuah bandul bola sepak yang selalu ia bawa disaku jubahnya. Sampai kini, pemuda itu tetap sepenuhnya yang berkuasa, bertahta diantara rindu dan cinta yang mengusung namanya dalam derasnya. Lagi-lagi bermain hiperbola, cherie.
Lifted me up when I couldn’t reach
You gave me faith ’coz you believed
I’m everything I am
Because you loved me
"Joong.."
Langkah kaki-kaki mungil itu terhenti. Menunggu dua pasang mata cokelat beradu sebelum melanjutkan berbicara.
You’ve been my inspiration
Through the lies you were the truth
My world is a better place because of you
".. you still loving me?"
Meragu.
Komentar
Posting Komentar